Rabu, 15 Juni 2011

Alat Kontrasepsi


 Oleh : sakti, AMK
paradigma baru program keluarga berencana telah diubah visinya dari mewujudkan NKKBS menjadi visi untuk mewujudkan “ Keluarga Berkualitas Tahun 2010 “. Keluarga berkualitas adalah yang sejahterah, sehat, maju, mandiri,  memiliki jumlah anak yang ideal, bertanggu jawab, harmonis dan bertaqwa pada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam paradigma baru program keluarga berencana ini, misinya sangat menekankan pentingnya upaya menghormati hak - hak reproduksi, sebagai upaya intergral dan meningkatkan kualitas keluarga. Keluarga adalah salah satu diantara kelima mitra kependudukan yang sangat mempengaruhi perwujudan penduduk yang berkualitas. Visi tersebut dijabarkan dalam enam misi, yaitu: 1. Meperdayakan masyarakat untuk menbangun keluarga kecil, berkualitas. 2. Menggalang kemitraan dalam peningkatan kesejahteraan, kemandirian, dan ketahanan keluarga.3. Meningkatkan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi. 4. Meningkatkan promosi, perlindungan dan upaya mewujudkan hak-hak reproduksi. 5. Meningkatkan upaya memberdayaan perempuan untuk mewujudkan  kesetaraan dan keadilan jender melalui program keluarga berencana, dan menpersiapkan sumber daya manusia berkualitas sejak perubahan dalam kandungan sampai dengan lanjut usia. (Winkjosostro, Jakarta 2003 halaman MK – 72).
     Pencegahan kematiaan dan kesakitan ibu merupakan alasan utama di perlukan pelayanan keluarga berencana. Masih banyak alasan lain  misalnya membebaskan wanita dari rasa khawatir terhadap terjadi kehamilan yang tidak diinginkan, terjadinya gangguan fisi atau psikologik akibat tindakan abortus yang tidak aman, serta tuntutan perkembangan sosial terhadap peningkatan status perempuan di masyarakat. (Winkjosostro, Jakarta 2003 MK 77).
     Lebih dari satu dasar warsa Program Keluarga Berencana  Nasional dilaksanakan di Indonesia. Selama umum waktu tersebut telah banyak hasil yang dicapai. Salah satu bukti keberhasilan program antara lain semakin tingginya angka pemakaian kontrasepsi. Survei Demografi dan kesehatan indonesia tahun 1997(SDKI 1997) memperlihatkan proporsi perserta KB untuk semua cara tercatat sebesar 57,4%. Bila dirinci lebih lanjut, proporsi perserta KB yang terbanyak adalah suntikan (21,1 %), diikuti oleh pil (15,4%), IUD (8,1%), Norplan atau susuk KB (6%), MOW (3%), kondom (0,7%), MOP (0,4%) dan sisahnya merupakan perserta KB tradisional yang masih-masih menggunakan cara tradisional pantang berkala maupun senggama terputus. (BKKBN, Jakarta : 1998 Hal 20).
     Semakin berkurangnya angka kelahiran di indonesia dengan sendirinya berpengaruh terhadap angka pertumbuhan penduduk. Di awal pelaksanaan program, yaitu antara tahun 1971 hingga tahun 1980, rata-rata pertumbuhan penduduk indonesia setiap tahun sebesar 2,3%. Antara tahun 1980 hingga tahun 1990 telah turun menjadi 2,0%. Hasil sensus penduduk indonesia tahun 2000 memperlihatkan angka pertumbuhan penduduk pada kurun waktu tahun 1990 hingga 2000 telah semakin berkurang hingga menjadi 1,4% .
     Laju pertumbuhan penduduk yang semakin menurun memberikan dampak pada jumlah penduduk secara keseluruhan. Hasil sensus penduduk Indonesia pada tahun 2000 memperlihatkan bahwa jumlah penduduk Indonesia tercatat sebesar 204,4 juta, terdiri dari 103,4 juta penduduk laki-laki dan 102,8 juta penduduk perempuan. Tentunya hasil yang dicapai bukan hanya merupakan dampak dari program KB sementara tapi juga karena adanya komitmen yang tinggi dari pemerintah maupun berbagai dukungan dari lintas sektoral.
Menurut penelitian yang di lakukan oleh Ambarwati, 2009 di daerah Bengkulu, pasangan usia subur (PUS) yang menggunakan metode senggama terputus sekitar 0.9%, Makasar 0.1% , Bandung 0.3% dan Surabaya 0.6%. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyaknya pasangan usia subur yang menggunakan metode senggama terputus. (BKBBN, 2009)
     Di Makassar khususnya di RS Tingkat II Pelamonia Makassar 2009 akseptor KB sebanyak 200 perserta dengan akseptor suntik 105 peserta, akseptor pil 22 peserta, akseptor AKDR / IUD 32 peserta, Implan 2 peserta, MOW 36 peserta, dan komdom 3 peserta.
     Pelayanan KB hingga saat ini dirasakan masih kurang berkualitas. Hal ini terbukti dengan relatif masih banyaknya perserta KB yang berhenti menggunakan alat kontrasepsi (drop out) karena alasan efek samping dan kesehatan maupun kegagalan dalam pemakaian. Hal terakhir ini yang menyebabkan kehamilan yang sesungguhnya tidak diinginkan.(BKKB, 1998 Hal 14).
     Berdasarkan metode atau alat yang digunakan, angka drop out tertinggi terjadi pada pemakaian kondom (38%).diikuti oleh ditemukan secara berturut-turut adalah karena ingin hamil (34%), masalah kesehatan (15,5%), efek samping (11%), dan kegagalan (11%). Khusus pada AKDR faktor yang mempengaruhi AKDR di empat propinsi yaitu Jawa Timur, Bali, Sumatra, dan Bengkulu menemukan asalan utama wanita berhenti menggunakan AKDR adalah karena terjadi komplikasi (32%), berikutnya alasan ingin anak lagi (17%), suami merasa tidak nyaman (11%), dan AKDR dilepas sendirii (10%).
 (BKKBN, Jakarta : 1998 Hal 20).
     Salah satu efek yang sering muncul karena terjadinya komplikasi pada akseptor AKDR diantaranya adalah Erosi Portio. Angka kejadian terjadinya Erosi Portio khususnya di RS Pelamonia pada tahun 2009  sebanyak 6 kasus, dan pada bulan januari sampai mei 2010 ditemukan 2 akseptor AKDR dan 2 kasus ditemukan terjadi erosi portio pada saat kontrol AKDR di Poli KB di RS Pelamonia Makassar.
     Erosi Porsio adalah pengikisan mulut rahim yang biasa disebabkan oleh karena manipulasi atau akibat manipulasi atau keterpaparan bagian tersebut oleh suatu benda misalnya : saat pemasanga AKDR, hubungan seksual, yang mengakibatkan terjadi radang dan lama-lama menjadi infeksi. (www.geogle memahami Reproduksi Wanita, 10 mei 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar