Senin, 11 Juli 2011

Persalinan

Diposkan oleh : sukma ayu, Am Keb       
25 Januari 2010
Persalinan kala I adalah tahapan persalinan dimana kontraksi uterus mulai terjadi secara teratur dan disertai dengan dilatasi dan pendataran servik sampai tercapainya dilatasi servik yang lengkap.
Pengetahuan ibu hamil tentang proses persalinan merupakan salah satu faktor yang penting untuk dikaji dalam mempersiapkan ibu hamil menghadapi persalinan. Ibu hamil yang dalam keadaan cemas, tubuh akan memproduksi hormon kortisol secara berlebihan yang berakibat meningkatkan tekanan darah dan emosi yang tidak stabil. Hormon kortisol pada ibu hamil melalui pembuluh darah akan sampai di plasenta dan akhirnya ke janin, akibatnya dapat terjadi aspeksia pada bayi. Kecemasan yang dialami oleh ibu hamil dapat mempersulit proses persalinan.
Menurut Manuaba (1998) kondisi kejiwaan ibu hamil dan bersalin dapat mengalami beberapa perubahan. Menjelang persalinan sebagian besar ibu hamil merasa takut menghadapi persalinannya apalagi untuk yang pertama kali.
Komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan perawat untuk membantu pasien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis, dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain. Kecemasan merupakan sesuatu hal yang tidak jelas, adanya perasaan gelisah atau tidak tenang dengan sumber yang tidak spesifik dan tidak diketahui oleh seseorang. Untuk dapat menurunkan kecemasan pada ibu bersalin salah satunya diberikan komunikasi yang efektif terutama komunikasi terapeutik. Hal ini perlu mendapat perhatian serius dari perawat karena perawat merupakan petugas kesehatan yang terdekat dan terlama dengan pasien.
Demikian juga dengan ibu nifas harus dilakukan komunikasi terapeutik
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 70,5% responden mengalami kecemasan ringan dan 13,2% mengalami kecemasan sedang dan tidak ada pasien dengan kecemasan berat maupun panik sebelum pelaksanaan treatment (komunikasi terapeutik). Setelah pelaksanaan komunikasi terapeutik 84,5% ibu nifas tingkat kecemasannya menjadi ringan dan hanya 5,4% tingkat kecemasannya menjadi sedang. Penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi terapeutik mempunyai pengaruh yang signifikan dalam menurunkan kecemasan klien. Rekomendasi dari hasil penelitian ini adalah ditujukan pada perawat ruangan agar dapat menerapkan komunikasi terapeutik yang efektif dalam menurunkan kecemasan ibu nifas dan bersalin .
Melihat fenomena di atas, menunjukkan bahwa proses persalinan selain dipengaruhi oleh faktor passage, passanger, power dan penolong, faktor psikis juga sangat menentukan keberhasilan persalinan. Dimana kecemasan atau ketegangan, rasa tidak aman dan kekhawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari dalam (intra psikis) dapat mengakibatkan persalinan menjadi lama/partus lama atau perpanjangan Kala II (Depkes RI Pusdiknakes).
Menurut WHO, sebanyak 99 persen kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran yang dirujuk oleh tenaga kesehatan (bidan), terjadi di negara-negara berkembang, sehingga ibu hamil sering merasa cemas terhadap kehamilannya
Berdasarkan pre survey bulan Januari – Februari 2009 di RSU. Dr. F.L. Tobing Sibolga terdapat 30 ibu hamil dalam trisemester III yang akan bersalin, 20 diantaranya ibu primigravida dan multigravida menyatakan cemas dalam menghadapi proses persalinan. Gangguan psikis dapat juga disebabkan oleh kurangnya pengetahuan, terutama tentang proses mekanisme persalinan. (http://skripsistikes.wordpress.com/diakses 27 Oktober 2009)

Senin, 04 Juli 2011

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA FETAL DISTRESS PADA IBU BERSALIN

Diposkan oleh : wita sari, Amk 
Paritas
Paritas adalah jumlah persalinan yang pernah dialami oleh ibu sebelum kehamilan atau persalinan saat ini. Paritas dikategorikan menjadi 4 kelompok yaitu: 
Primipara adalah ibu dengan paritas 1 
 Multipara adalah ibu dengan paritas 2-5 
 Grande Multipara adalah ibu dengan paritas >5
Persalinan yang pertama sekali biasanya mempunyai risiko yang relatif tinggi terhadap ibu dan anak terhadap terjadinya persalinan seksio sesarea yang disebabkan oleh gawat janin atau fetal distress, akan tetapi risiko ini akan menurun pada paritas kedua dan ketiga, dan seterusnya.

Pekerjaan
Derajat sosio ekonomi masyarakat akan menunjukkan tingkat kesejahteraan dan kesempatannya dalam menggunakan dan menerima pelayanan kesehatan. Jenis pekerjaan ibu maupun suaminya akan mencerminkan keadaan sosio ekonomi keluarga.Beberapa alasan yang mendasari kecenderungan melahirkan dengan seksio sesarea semakin meningkat terutama di kota-kota besar, seperti di Jakarta banyak para ibu yang bekerja. Mereka sangat terikat dengan waktu. Mereka sudah memiliki jadwal tertentu, misalnya kapan harus kembali bekerja. Resikonya akan relatif tinggi terjadinya persalinan seksio sesarea yang disebabkan oleh gawat janin atau fetal distress apabila ekonomi nya rendah dibandingkan yang ekonomi nya mampu.
Pendidikan
Ibu dengan pendidikan lebih tinggi cenderung lebih memperhatikan kesehatannya selama kehamilan bila dibanding dengan ibu yang tingkat pendidikannya lebih rendah. Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor penting dalam usaha menjaga kesehatan ibu, anak dan juga keluarga. Semakin tinggi pendidikan formal seorang ibu diharapkan semakin meningkat pengetahuan dan kesadarannya dalam mengantisipasi kesulitan dalam kehamilan dan persalinannya, sehingga timbul dorongan untuk melakukan pengawasan kehamilan secara berkala dan teratur. Pada ibu yang pendidikan nya kurang akan relatif tinggi terjadinya persalinan seksio sesarea yang disebabkan oleh gawat janin atau fetal distress dibandingkan dengan pendidika ibu yang lebih tinggi.

Umur

Umur reproduksi optimal bagi seorang ibu adalah antara 20 - 35 tahun, di bawah dan di atas umur tersebut akan meningkatkan risiko kehamilan dan persalinan. Pada usia muda organ-organ reproduksi seorang wanita belum sempurna secara keseluruhan dan perkembangan kejiwaan belum matang sehingga belum siap menjadi ibu dan menerima kehamilannya dimana hal ini dapat berakibat terjadinya komplikasi obstetri yang dapat meningkatkan angka kematian ibu dan perinatal. Kehamilan di atas umur 35 tahun mempunyai risiko 3 kali lebih besar terjadinya persalinan seksio sesarea yang disebabkan oleh gawat janin atau fetal distress dibandingkan dengan umur di bawah 35 tahun.

Jumat, 01 Juli 2011

Anemia

Di poskan oleh ; sinta, Am keb

Bagi kaum perempuan, hamil danmelahirkan merupakan bagian dari kehidupan normalnya. Perhatian akan kesehatan terutama kesehatan yang berkaitan dengan proses reproduksi menjadi sangat penting.Dalam hal ini remaja perempuan harus memperhatikan masalah anemia atau sering disebutdengan penyakit kurang darah (Iskandar, 2005)
Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada dibawah normal. Sel darah merah mengandung hemoglobin, yang memungkinkan mereka mengangkut oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh. Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh. http://medicastore.com/penyakit/152/Anemia_Kurang_darah.html
Penyakit anemia adalah dimana kondisi jumlah sel darah merah dalam darah tidak normal atau rendah. Dokter kadang-kadang menjelaskan penyakit anemia sebagai seseorang yang memiliki darah rendah. Seseorang yang menderita kurang darah disebut anemia. Menurut WHO, angka kejadian anemia pada remaja putri di Negara-negara berkembang sekitar 53,7% dari semua remaja putri, anemia sering menyerang remaja putri disebabkan karena keadaan stress, haid, atau terlambat makanan.(WHO, 2010)
Darah terdiri dari dua bagian, bagian cair yang disebut plasma dan sel-sel bagian. Selular bagian berisi berbagai jenis sel. Salah satu yang paling penting dan paling banyak sel adalah jenis sel darah merah. Yang lain adalah jenis sel darah putih dan sel platelets. Tujuan dari sel darah merah adalah untuk memberikan oksigen dari paru-paru ke bagian lain dari tubuh.(lun, 2006) http://de-kill.blogspot.com/2009/04/sekilas-tentang-penyakit-anemia.html

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah salah satu masalah kesehatan pada anak Indonesia yang perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Berdasarkan kriteria World Health Organization (WHO), seseorang dinyatakan mengalami anemia bila kadar haemoglobin (Hb) kurang dari 11 g/dl (anak usia 6 tahun) atau kurang dari 12 g/dl (anak usia 6 tahun dan wanita dewasa).
Ada beberapa faktor lain yang bisa menyebabkan seorang anak mengalami kekurangan zat besi. Yaitu asupan makanan yang tidak sehat, cepatnya pertumbuhan saat bayi dan remaja caa-ngan. Kekurangan besi pada anak terutama pada lima tahun pertama bisa mengganggu tumbuh kembang anak yang berdampak pada kualitas hidup.
Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), prevalensi penyakit anemia sebanyak 75,9% pada remaja putri, pada ibu hamil 53,6%. Kriteria lain orang terkena anemia apabila hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari 13 g% untuk pria dan untuk wanita kurang dari 12 g%. Sedangkan anemia untuk anak usia 6 bulan - 5 tahun, kandungan Hb dalam darah kurang dari 11 g%. Anak usia 6-14 tahun kandungan Hb kurang dari 12 g%. (Syahputra, 2010)
Sedangkan di Sumatera Utara dengan peserta tes darah sebanyak 9.377 orang di tiga kota, Mdan, Pematang Siantar, dan Kisaran, 33% di antaranya anemia terjadi pada remaja putri. (Fernandes, 2010)